Awalnya sekitar 20 tahun yang lalu, suami saya “Yasin” dan saya “Siti” membuka usaha bubur demi menghidupi keluarga kami. Usaha bubur ini terfikirkan oleh kami, lantaran sebagai mata pencaharian tambahan demi menghidupi keluarga kami. Usaha ini memang hanya sebagai kerja sambilan suami saya, tetapi sangat membantu keluarga saya dari segi ekonomi selama 20 tahun ini.
Dua puluh tahun yang lalu, suami saya berjualan di daerah Jati Padang ketika matahari mulai muncul hingga pukul 08.00 pagi, selanjutnya suami saya bekerja hingga sore hari sebagai karyawan tata usaha di salah satu SMA daerah Mampang, Jakarta Selatan. Setelah itu, di sore harinya suami saya pun berjualan bubur kembali.
Jati padang merupakan daerah yang suami saya jajaki pertama kali untuk berjualan bubur keliling dengan pikulan kebanggaannya, walaupun pikulan ini hanya bertahan selama 5 tahun. Awalnya kami memang tinggal di daerah Jati Padang saat saya dan suami saya berjualan bubur pikul. Akan tetapi, saat kami pindah ke Tanah Baru, Alhamdulillah kami dapat membuat sebuah gerobak dorong yang lebih meringankan suami saya selama berjualan keliling di daerah Jati Padang (karena jarak yang ditempuh semakin jauh).
Usaha suami saya sebagai karyawan tata usaha dan usaha bubur yang kami tekuni selama 20 tahun ini, mampu menghidupi keempat anak kami. Heryanto, Astuti, dan si kembar Rizky dan Randi merupakan anugerah terbesar bagi kami. Keempat anak yang selalu mendukung kami, membuat hari-hari kami terasa sangat berharga. Anak pertama kami berhasil duduk di bangku kuliah, walau hanya hingga semester 4, selanjutnya ia bekerja di restoran dengan alasan ingin membantu keluarga. Berbeda halnya dengan dengan anak pertama kami, Astuti putri tersayang kami telah bekerja di Café daerah Blok-M setelah lulus SMK. Si kembar Rizky dan Randi pun sekarang telah menduduki bangku SD kelas 4 di salah satu Sekolah Dasar di daerah Tanah Baru.
Suami saya dan saya yang sekarang berusia hampir 50 tahun, berusaha memikirkan cara lain untuk kami berjualan bubur, karena usaha bubur keliling kami sekarang kurang memiliki waktu yang banyak dengan alasan suami saya bekerja sebagai tata usaha dari pagi hingga sore. Hal ini yang membuat kami, berfikir untuk membuka usaha bubur di suatu tempat di daerah Tanah Baru dengan saya sebagai penjualnya (menggantikan posisi suami saya).
Bubur ini kami sebut sebagai “Bubur Ayam Gombong”, nama gombong ini merupakan nama tempat kelahiran suami saya. Kami berikan nama ini karena, usaha bubur ini awalnya adalah usaha yang suami saya tekuni walau hanya sebagai kerja sambilan. Memang usaha ini belum memiliki cabang, tetapi usaha ini mampu menghidupi keluarga saya. Usaha ini pun tadinya bukan merupakan usaha turun temurun keluarga saya dan suami saya, tetapi apabila nantinya anak-anak kami dapat tetap meneruskan usaha bubur ini, kami akan sangat bangga kepada anak-anak kami, “ujar ibu Siti” (9 Oktober 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar