Beberapa waktu lalu SELASA, 3 FEBRUARI 2009, pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati perbatasan baru, baik laut maupun darat. Dalam kesepakatan itu, Pulau Nipa bagian utara jadi perbatasan antara Negara Indonesia dan Singapura. Pembahasan perbatasan itu akan menjadi salah satu agenda pertemuan internal presiden siang ini. Selain Juwono Sudarsono, Presiden Yudhoyono menerima Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Widodo AS, Menteri Perhubungan, Bachtiar Chamsyah dan sejumlah menteri lainnya.
Pakar hukum internasional, Prof Dr Suhaidi, SH menilai, perjanjian kerja sama perbatasan laut Indonesia-Singapura yang akan ditandatangani pada 10 Maret 2009, masih perlu diteliti lagi secara seksama agar tidak sampai merugikan Indonesia di kemudian hari.
Menurut dia, prinsip kehati-hatian sebelum menandatangani perjanjian itu demi kepentingan bersama. Pemerintah Indonesia juga diharapkan tidak terlalu percaya dengan pemeritah “negeri singa” itu.
Ia juga menilai pemerintah Indonesia perlu mengkaji lagi “base line” atau dasar awal sebelum Singapura mereklamasi pulau di negara itu ke arah Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus secara transparan menjelaskan rencana kerja sama perbatasan laut kedua negara.
“Dengan demikian masyarakat dapat mengetahui secara jelas perbatasan laut Indonesia dengan Singapura. Ini perlu dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadinya kesalahpahaman,” katanya.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan perjanjian perbatasan laut bagian barat antara Indonesia dengan Singapura akan ditandatangani pada 10 Maret 2009.
“Garis batas Indonesia dan Singapura telah disetujui dan 10 Maret mendatang akan ditandatangani,” katanya kepada wartawan seusai KTT ke-14 Asean di Hua Hin, Thailand, Minggu (1/3).
Menurut Kepala Negara, dengan disepakatinya perjanjian perbatasan itu, maka Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan kawasan Pulau Nipah guna kepentingan nasional, yakni untuk kepentingan pertahanan maupun perekonomian.
Akhirnya tanggal 10 Maret 2009, Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua negara di segmen barat. Acara penandatanganan itu dilakukan oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu Singapura George Yeo di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri.
"Perjanjian (yang ditandatangani) ini adalah perjanjian batas laut bagian barat di dekat Tuas-Pulau Nipa," kata Hassan.
Hassan menjelaskan bahwa perjanjian itu adalah perjanjian perbatasan laut kedua yang disepakati oleh kedua negara.
"Perjanjian sebelumnya ditandatangani pada 25 Mei 1973," katanya.
Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di kawasan maka diplomasi perbatasan merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan hubungan bertetangga yang baik.
Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, di mana kedua negara adalah pihak pada konvensi.
Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Garis pangkal itu adalah garis negara pangkal kepulauan yang
dicantumkan dalam UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbarui dengan PP No.38/2002 dan PP No.37/2008.
Sumber:
http://beritasore.com/2009/03/03/perjanjian-perbatasan-laut-indonesia-singapura-perlu-diteliti/
http://nasional.vivanews.com/news/read/26672-perbatasan_indonesia_singapura_masih_dibahas
http://www.antara.co.id/arc/2009/3/10/indonesia-singapura-tandatangani-perjanjian-perbatasan-laut/
http://beritasore.com/2009/03/12/penandatanganan-perbatasan-laut-indonesia-singapura-perlu-diratifikasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar